oleh : Suherlan (Mahasiswa Program S2 Penyuluhan Pertanian Unsoed, Konsentrasi Penyuluhan Pertanian)
Penyuluh pertanian mengemban tugas yang mulia dalam membantu memberdayakan para petani. Seperti halnya guru yang memberikan pendidikan bagi peserta didik di bangku sekolah, para penyuluh juga turut andil mencerdaskan warga bangsa melalui penyuluhan. Bedanya pembelajaran oleh guru dilakukan sebelum peserta didik memasuki dunia kerja, sedangkan penyuluh melakukan pembelajaran terhadap petani yang sudah bekerja. Pendekatan pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi sasaran sebagai orang dewasa yaitu dengan pendekatan andragogi yang berusaha menghilangkan sekat antara guru dan murid. Penyuluh adalah teman ‘curhat’ yang senantiasa siap membantu mengatasi permasalahan usahatani yang dihadapi para petani.
Perbedaan lain adalah, jika para guru di sekolah dibatasi oleh mata pelajaran dalam penyampaikan keilmuannya, sedangkan para penyuluh di lapangan dihadapkan pada permasalahan yang lebih luas dan kompleks. Permasalahan yang dihadapi petani tidak hanya soal teknis budidaya tanaman saja, namun lebih luas dari itu seperti menyangkut penanganan pasca panen, pemasaran hasil, permodalan, sarana transportasi ke lahan usahatani, pengairan, mekanisasi pertanian, pengaruh iklim dan cuaca, dinamika kelompoktani dan lain-lain. Dalam hal teknis budidaya saja, terdapat aneka komoditas pertanian yang ada pada masyarakat pertanian mulai dari tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan, tanaman hutan, tanaman hias, tanaman obat, peternakan bahkan sampai dengan perikanan. Petani biasanya akan mengkonsultasikan permasalahan yang dihadapinya tersebut kepada para penyuluh untuk mendapatkan solusi, tanpa perlu mengkonfirmasi spesifikasi keilmuan apa yang dikuasai oleh penyuluh.
Sebagai manusia biasa yang dikaruniai keterbatasan ilmu, penyuluh tentunya tidak mungkin menguasai seluruh keilmuan disegala bidang dengan baik. Namun demikian permasalahan terkait dengan usahatani yang dihadapi petani merupakan “‘barang wajib” yang perlu dibantu dicarikan solusinya. Keadaan ini akan menjadi dilematis mengingat disatu sisi petani perlu dibantu, sementara disisi lain penyuluh mempunyai keterbatasan keilmuan untuk mengatasi masalah tersebut. Saat ini memang sudah tersedia aneka informasi yang dapat diakses dengan cukup mudah di internet yang dapat dijadikan rujukan. Hanya saja permasalahan spesifik lokalita tidak begitu saja dapat diatasi dengan informasi dari internet yang masih bersifat umum. Belum lagi keakuratan informasi yang disajikan harus benar benar teruji dari sumber yang kredibel, sehingga tidak terjadi “malpraktik” dalam penyuluhan yang bisa menjadi blunder bagi penyuluh itu sendiri. Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mengingatkan bahwa salah satu asas penyuluhan adalah bertanggunggugat.
Disinilah pentingnya penyuluh membangun jalinan yang luas dan kuat dengan berbagai pihak layaknya sebuah jejaring, baik dengan lembaga pemerintah, swasta, perbankan, akademisi, praktisi, maupun pihak terkait lainnya. Jejaring inilah nanti yang akan berfungi membantu penyuluh dalam mengatasi permasalahan petani sesuai bidangnya. Dalam hal ini penyuluh berperan sebagai fasililitator yang memfasilitasi proses pemecahan masalah dan pembelajaran bagi petani. Metode seperti ini akan membantu meringankan beban kerja penyuluh dan menimbulkan kepercayaan yang tinggi dari sasaran karena penanganan masalah dilakukan oleh ahli dibidangnya. Namun sayangnya, metode seperti ini belum banyak diterapkan oleh para penyuluh pertanian sehingga terkesan memiliki kemampuan mengatasi semua masalah petani secara mandiri.
Membangun jejaring dengan banyak pihak dalam jangka panjang memang tidaklah mudah. Diperlukan kemampuan komunikasi yang mumpuni untuk dapat meyakinkan pihak lain agar mau memberikan bantuan kapanpun bila diperlukan. Untuk itu jalinan yang dibangun harus bersifat “simbiosis mutualisme” dimana penyuluhpun bila dimintai bantuan oleh pihak lain harus dapat memberikan bantuan sesuai kemampuan keilmuan yang dimiliknya. Jadi hubungan saling menguntungkan tersebut tidak hanya diartikan sebatas jasa dibalas dengan uang semata.
Model penyuluhan yang sinergis dengan semua pihak yang terkait mesti dan harus dikembangkan kedepan, mengingat permasalahan yang dihadapi petani sangat beragam. Berbekal kemampuan teknis budidaya dan komunikasi, penyuluh sebenarnya sudah dapat menunaikan tugasnya dengan baik, selebihnya untuk mengatasi aneka persoalan terkait usahatani bisa meminta bantuan pihak lain yang lebih berkompeten. Karena susksesnya pembangunan pertanian serta meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan petani tentunya bukan hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah saja, namun merupakan tanggungjawab bersama komponen bangsa.
Menjadi penting, pada akhirnya penyuluh dituntut lebih kreatif memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang program penyuluhan yang dijalankan. Keberadaan teknologi harus mampu menjadikan penyuluh pertanian menjadi bagian dari ekosistem pembangunan pertanian yang lebih efektif. Penyuluh pertanian harus melakukan simbiosis mutualisme dan berjejaring untuk dapat lebih efektif menyelesaikan permasalahan pembangunan pertanian di Indonesia, khususnya wilayah pedesaan.